Patung Kekasih
Karya
: Simon Hate
Dramatic
Personae
Pematung
Muda
Pematung
Tua
Srintil
Wanita
Pertiwi
Kacung
BABAK I
Studio seorang
pematung.
Sesuatu pemandang
yang tak selesai: beberapa peralatan disebuah pojok, beberapa patung jadi dan
beberapa patung lainnya yang terbengkalai, tata warna kusam – namun siap untuk
menggalami perubahan setiap saat. Menuju keremangannya, dari arah depan lurus
panggung, muncul perlahan-lahan Wanita Pertiwi. ( entrance ) Kostumnya,
rambutnya yang panjang bergerai, matahari wajahnya dan ruh yang menjadi rahasia
matanya, serta keseluruhannya — memancarkan alam. Pada sebuah kursi, di pusat
panggung, ia berhenti dan duduk menghadap punggung panggung. Ia mematung,
tetapi seseorang akan menjadi sangat dungu apabila berani menyangganya sebagai
benar-benar patung.
Tiba-tiba, muncul
dari stu sudut panggung, Pematung Muda. (entrence) Pematung Muda baru berani
sedikit mencuri pandang ke Wanita Pertiwi tatkala sudah berada ditempat yang terbebas
dari wajah Wanita Pertiwi.
Pasti saudara-saudara menyesal kenapa ia
tidak menghadapkan wajahnya kearah saudara-saudara!tapi justru bersyukurlah,
karena apabila sempat saudara-saudara menatap matahari wajahnya serta roh yang
menjadi rahasia matanya saudara-saudara akan tiba-tiba menjadi penyair!
Lihatlah : ia duduk mematung.
Tetapi seseorang akan menjadi sangat dungu
apabila berani menyangganya sebagai benar-benar patung.
Ia, untuk waktu seperti yang tak terbatas,
diam saja menatapi ruang hampa, dan sekedar seserpih senyumannya saja cukuplah
untuk menyodorkan segala nomer musik, puisi, kembang, atau langit semesta, yang
membuat kita tergagap karena merasa terkepung.
Hm. Edan! Saudara-saudara tahu sendiri:
sayapun telah menjadi seorang penyair remaja!
Tiba-tiba terdengar
benturan kecil dua benda keras. Pematung muda bergeser ke satu sisi yang aman.
Ternyata Pematung Tua muncul dengan membawa alat pahat. (entrance)
Seperti tak ada
siapa-siapa diruangan itu, ia mondar-mandir, tanpa kata, seperti mempersiapkan
sesuatu. Kemudian terbatuk-batuk, dan hilang kebalik panggung. (exit)
Pematung Muda
meruang lagi. Langkah gontai. Gerak-gerik kurang menentu. Wajahnya memancarkan
banyak hal sekaligus : gairah dan cita-cita amat tinggi, keputusasaan, apatisme.
PEMATUNG MUDA
Baiklah. Supaya saya tidak dianggap
pencuri disini sebaiknya saya memperkenalkan diri.
Saya: seorang pematung. Paling sedikit: calon
pematung. Atau kalau masih terasa masih kurang jujur: minimal cita-cita saya
adalah menjadi seorang pematung.
Tetapi hal ini langsung menyangkut satu hal
yang amat menjadi beban hidup saya, bahkan menindih kepal saya dari hari ke
hari.
Yakni bahwa penghalang utama cita-cita saya
itu adalah Bapak saya sendiri : seorang pematung terkenal yang saya amat benci
sekali:
Memang sama sekali tidak enek kedengarannya
tapi lebih tidak sedap lagi untuk mengalaminya: sakit, perih, merangsang rasa
putus asa.
Maaf saudara-saudara kalau saya mengeluh
tetapi yakinlah bahwa saya bukan anak durhaka yang suka menceritakan
keburukan-keburukan Bapak sendiri: seorang lelaki yang filsafat hidupnya bejat,
yang moralny moral ayam, air ludahnya terdiri dari ramuan lender borok dan air
kencing setan, yang eksploitator! Yang penindas!—
Tidak saudara-saudara. Saya bukan anak didik
iblis meskipun kata-kata saya memang mengandung nyala api.
Akan tetapi cobalah, cobalah pandang Wanita
Pertiwi ini!cobalah pandang baik-baik. Saya akan sangat kagum pada
saudara-saudara, sebab saya sendiri tak akan pernah berani sedetikpun
menatapnya. Bahkan rasanya sejak beribu tahun yang lalu dan sampai abad-abad
yang akan dating, tetap saya tak akan tak kecut memandangnya.
Maafkan kalau saya memakai kata-kata yang
biasanya diucapkan oleh mulut para penyair. Tapi yakinalah bahkan Shakespeare
dan Darmawulan tak kan mampu menciptakan puisi yang keindahnnya bias menandingi
keagungan Wanita Pertiwi ini.
Cobalah pusatkan diri saudara-saudara,
bulatkan roh dan mantapkan sukma. Kalau pikiran saudara-saudara sedang berlari
kesana kemari, cobalah tarik kembali. Kalau sukma saudara-saudara sedang pecah
dan tercecer-cecer, himpun kembali ia. Kemudian siapkan seluruh kebulatan dari
saudara-saudara untuk menatapnya! Dan menerima anugrah dari keagungannya! Ayo
coba, coba…
Tanpa sepengetahuan
Pematung Muda, Wanita Pertiwi bangkit pelan-pelan, dan beringsut pergi, lenyap
kebalik panggung. (exit) (dalam suatu progresi yang amat lembut).
PEMATUNG MUDA
Cukup saudara-saudara! Cukup! Jangan terlalu
lama memandangnya, supaya terhindar dari akibat-akibat yang bisa berbahaya!
Sekarang, anggap ia tak pernah ada. Saya
berdoa kepada Tuhan, semoga saudara-saudara diperkenankan sungguh-sungguh
mengetahui apa yang sebenarnya duduk dengan anggun ini. Soalnya, terus terang
saja, bahkan para Malaikat belum tentu mampu melukiskan keindahnya.
O ya – saya akan membuka sebuah rahasia! Tapi
jangan bilang-bilang. Saudara-saudara, pengarang naskah lakon ini diam-diam
menuliskan suatu gambaran tentang Wanita Pertiwi ini, tetapi tidak dipaparkan
kepada kita.
Mungkin karena ia merasa cemburu, atau paling
tidak ia pasti ingin memonopoli keindahan yang maha dasyat ini buat dirinya sendiri.
Itu biasa tidak ada seniman yang tak egois.
Tapi dengarlah, saya akan buka kedoknya! Begini saudara-saudara, pengarang yang
tak kawin-kawin itu , melukiskan dengan hati berdebar-debar:
“ Seluruh butir-butir keindahan dunia dan
umat manusia, yang dikandung oleh sejarah, ruang dan waktu. Jika digabung
menjadi satu keutuhan – maka separohnya cukup diwakili oleh sinar wajah Nabi
Yusuf, dan separohnya lagi oleh rahasia yang dikandung Kekasih kita ini!
Seluruh alam semesta, berpusat dipancaran
matanya
Segala macam model cinta kasih, tumpah
dipangkuan sikap diamnya.
Dan segala jenis kekuatan lelaki, menjadi
loyo dikelingking jari tangannya!” (tertawa)
Saudara-saudara, bayangkanlah betapa pubernya
pengarang kita ini!
“ Inilah! – demikian katanya lebih lanjut,
jenis wanita yang sering menbuat gagap setiap lelaki di hadapanya. Karena
apabila tersenyum, maka senyumnya tidak untuk lelaki, tapi untuk dunia!
Jika matanya sedikir mengerling : awan-awan
dilangit akan sangat kaget, sehingga tumpahlah hujan dan basahlah bumi!
Jika dagunya terangkat sedikit, gunung-gunung
akan segera merundukan mukanya. Gunung yang lama mati mendadak hidup kembali,
dan gunung yang telah berapi, segera kehilangan diri, memuncratkan lahar
panasnya berulang kali!
Jika wanita ini mengundang ia tak
mempersilahkan.
Dan jika ia menantang ia tak menyediakan
pelayanan…..”
Bayangkan --- saudara-saudara, demikianlah
puisi sang pengarang, yang penuh dengan kata-kata muluk yang menggelikan hati,
tetapi bisalah dimuat di kolom-kolom remaja Koran local kota ini.
Setengah mati ia berusaha melukiskan
keindahan ini padahal semua orang cerdik pandai bersepakat bahwa keindahan yang
sejati, tak sepatutnya dilukiskan, dengan cara apapun –
Karena puisi-puisi, lukisan, nyanyian, patung
semuanya hanya palsu belaka! Semuanya hanya mencerminkan ketololan senimannya!
– dan inilah saudara-saudara, sumber utama kebencian saya kepada bapak saya!
Ini soal prinsip!
Tiba-tiba (entrance)
tiga Kacung berbaris resmi , training, suatu komedi robot-robot, melintas
panggung, (exit).
PEMATUNG MUDA
Saya ulangi saudara-saudara: ini soal
prinsip. Mematung itu bukan bagaimana membikin pating. Bukan mengalihkan
keindahan atau menirunya. Sebab keindahan sejati tak bisa ditiru atau
dialihkan.
Bikin
patung itu bukan memahat sesosok kematian, bukan menciptakan benda mati untuk
dijual. Mematung itu suatu pekerjaan untuk bergabung kepada denyut hidup sebuah
keindahan.
Dan Wanita Pertiwi ini bukan seorang model,
yang akan diterjemahkan menjadi benda mati, melainkan sumber cinta kasih, dan
merupakan tempat kembalinya segala pengembaraan cinta kasih itu.
Patung sangat mendekatkan kita pada kematian
sedang cinta kasih adalah sukma kehidupan, dan kita berada ditengah-tengahnya,
penuh tantangan dan jebakan.
Saudara-saudara, saya berani bertanding
melawan Bapak saya dalam mengerjakan keindahan ini.
Tetapi saya tidak punya hak apa-apa, Bapak
adalah pemilik tunggal dari Wanita Pertiwi ini.
Saya sangat bersedih, karena perbedaan utama
saya dengan bapak saya ialah bahwa saya tidak pernah menganggap Wanita Pertiwi
ini sebagai kuda tungganan atau tambang emas yang bisa diserap atau diperas.
Tidak! Ia terlampau indah untuk diperlakukan
begitu! Bahkan saya bersedia untuk tak usah menjadi pematung asal saja
diperkenankan untuk menunjukan iktikad baik dan cinta kasih saya, dengan cara
mencium keningnya sepanjang masa….
Tapi jangan khawatir, saya tidak akan pernah
berani sungguh-sungguh menciumnya – tapi saksikanlah saya, dengan penuh gempa
bumi dalam dada, akan mencium tanah di depan telapak kakinya…
Pematung Muda
bergeser mendekati tempat Wanita Pertiwi, tanpa menatapnya, bersujud mencium
tanah didepannya tapi segera sadar bahwa Wanita Pertiwi hanyalah bayangannya.
PEMATUNG MUDA
Maaf saudara-saudara, kenapa saudara
tidak bilang bahwa Wanita Pertiwi ternyata tak ada disini?!...
Uh! Pastilah saya nampak seperti orang gila.
Tapi saudara-saudara tentulah tahu juga: kalau saya melamun, mimpi, itu pasti
dasyat juga maknanya!
Bagi orang yang pernah mengalami
kepalsuan-kepalsuan kenyataan, pasti akan berpihak kepada mimpi juga!....
PEMATUNG TUA
Kacung! Bawa dia kemari!
Suara dan
kehadirannya memotong kegiatan Pematung Muda. (entrance) Membawa beberapa alat
path, munculnya Pematung Tua diwarnai oleh gerak-gerik yang amat mengacuhkan
Pematung Muda. Bahkan kemudian ia menatapnya saja dengan angkuh sampai anaknya
ini beringsut pergi dengan melayani keangkuhan itu.
Pematung Muda exit.
PEMATUNG TUA
Kacung! Apa perlu kupanggilkan Dokter
Telinga!
KACUNG (suaranya)
O ya ya Tuan….
PEMATUNG TUA
Ya ya apa!
KACUNG (suaranya)
Dokter Telinga …eh….
PEMATUNG TUA
Bangsat tengik komunis kamu! Kemari!
KACUNG (tiga orang)
Siap Tuan! (berbaris, entrance)
PEMATUNG TUA
Apa kuperintahkan tadi!?
KACUNG (salah seorang)
Bawa dia kemari!
PEMATUNG TUA
Kurang keras!
KACUNG
Bawa dia kemari!!!
PEMATUNG TUA
Bagus. Laksanakan!
KACUNG
Siap Tuan! (exit)
PEMATUNG TUA (kesudut
lain dari ruang, melakukan persiapan untuk bikin patung)(tiba-tiba melihat dua
kacung masih berdiri di pojok seperti robot mati)
kalian berd….
KACUNG (bersama)
Siap Tuan!
PEMATUNG TUA
Dengarkan dulu sampai aku…..
KACUNG (bersama)
Siap Tuan!
PEMATUNG TUA
Baik. Baik. Kau, hapalkan Undang-undang Dasar
Perpatungan Nasional….
KACUNG (salah seorang)
Siap Tuan! Bahwa kemerdekaan adalah hak
segala pematung…..
PEMATUNG TUA
Diam tolol! Jangan dihafalkan disini. Disana!
Di belakang! Dekat WC!
KACUNG (salah seorang)
Siap Tuan! (exit)
PEMATUNG TUA
Dan kau! Hapalkan A-B-C-D!
KACUNG
Siap Tuan! Dekat WC!
PEMATUNG TUA
Cepat pergi! (meneruskan kegiatannya)
Dalam kegiatan tanpa
kata itu menjadi keliahatan wajah dan perwatakan Pematung Tua yang sukar diduga
dan mengandung berbagai kemungkinan nilai.
Muncul Kacung (yang
pertama), bersama Wanita Pertiwi dan Srintil, gadis yang lugu tetapi
memperlihatkan potensi kecerdasan tertentu.
KACUNG (keras dan resmi)
Laporan! Dengan ini saya melaksanakan tugas
dari pada saya membawa wanita model daripada Tuan. Bersama seorang putrid
daripada wanita itu Sekian laporan
daripada saya
Selesai!
PEMATUNG TUA
Bagus. Cepat mundur sana!
KACUNG
Siap Tuan! (berjalan mundur, exit)
Sesudah itu terhadap
Wanita Pertiwi, sikap dan nada prilaku Pematung Tua, adalah lain sama sekali.
Kelembutan dan kembang memancar dari setiap katanya.
PEMATUNG TUA (kepada
Wanita Periwi)
Setiap kali berada dihadapanmu, aku
merasa kata-kata yang muncul dari pikiranku selalu agak kurang tepat dan tidak
sopan. Namun terhadap sesosok keindahan seperti ini haruslah diucapkan: selamat
datang, kekasih!
Wanita Pertiwi tak
bergeming, Srintil menunjukan desah dan gerak-gerik yang tidak menyukai hal
itu.
PEMATUNG TUA
Semoga hari ini keberuntungan bersamaku
karena para malaikat pastilah membantu.
Kekasih, silahkan duduk.
Kursi ini buruk, tetapi segera akan menjadi
indah begitu engkau menyentuhkan tubuhmu diatasnya!
WANITA PERTIWI (tersenyum
kecil dan mahal, tak bergerak)
SRINTIL
Ibuku yang pertiwi, marilah duduk akulah yang
akan melihat apakah dibawah kursi itu, terdapat seekor ular berbisa.
(membimbing
Wanita Pertiwi)
PEMATUNG TUA (tertawa)
Putrimu ini sangat cerdas, semua manusia
memang membenci ular berbisa. Tetapi berkat kecerdasannya, manusia juga yang
akhirnya mengerti, bahwa ular berbisa adalah segala lambang segala ilmu
obat-obatan dan lambang segala kesehatan dan kebahagiaan.
SRINTIL
Ular berbisa usapan lidahnya amat lembut
sehingga lenyaplah kesadaran kita untuk mengetahui bahwa antara kebahagiaan dan
malapetaka, hamper tak ada bedanya.
PEMATUNG TUA
Bagus, bagus, anak manis! Kulihat engkau
sangat peka terhadap nasib Ibumu, maka sesungguhnya tidaklah ada perbedaan
pendapat di antara kita: kita sama-sama mengasihinya!
Hmm. Bagaimana aku harus memanggilmu?
SRINTIL
Tuan tidak harus memanggilku!
PEMATUNG TUA
Anak yang manis – maksudku siapa namamu?
SRINTIL
Namaku tidak penting untuk Tuan. Maupun untuk
diriku sendiri!
PEMATUNG TUA
Bukan main! Engkau bukan sekedar
berkepal batu, tapi kuduga seluruh isi kepalamu itu memang terdiri atas
tumpukan batu-batu.
SRINTIL
Untuk
semboyankan kepala ular, anak-anak kecil biasa memakai bongkahan batu.
WANITA PERTIWI
Srintil: sudahlah.
PEMATUNG TUA
O, tak apa-apa – He? Srintil namamu! Dengar!
Bagiku segala sesuatu adalah kekasih hati juga setiap mata yang seolah-olah
menyakitkan hati! (beralih kepada Srintil)
Anak manis buah kekagumanku! Jika nama tidak penting bagi kita maka tunjukanlah
hal yang sekiranya bisa kau anggap penting.
SRINTIL
Ialah, kehadiranku disini menyertai Ibuku
yang Pertiwi Dihadapan kelembutan Tuan
yang ganas!
WANITA PERTIWI
Anakku! Sudahlah.
PEMATUNG TUA
Hmm. Srintilmu yang centil ini bagaikan
matahari di waktu fajar, ia akan muncul dengan cahaya cemerlang tetapi kini
masih di bungkus oleh kabut yang remang.
Segala kesan dan bayangannya terhadap diriku
dianggapnya seakan-akan merupakan kenyataan, sehingga lahirnya sikap-sikap yang
menantang.
Namun, percayalah, itu tak akan jadi
persoalan, sebab aku senantiasa bersedia memaafkan.
SRINTIL
Akulah yang tak akan bersedia memaafkan,
jika apa yang ku kawatirkan benar-benar akhirnya menjadi kenyataan.
PEMATUNG TUA
Engkau memang
tak perlu menyediakan pemaafan. Karena tak akan ada hal-hal yang perlu
dimaafkan.
SRINTIL
Demikianlah cara seekor ular berbisa
meletakkan perangkapnya!
PEMATUNG TUA
Engkau, anak manis, benar-benar masih perawan.
WANITA PERTIWI
Semuanya! Sudahlah. Pekerjaan kit asekarang
ini bukanlah untuk saling berpantun-pantun. Tuan sebagai pematung yang
berpengalaman tentulah tahu bagaimana tak menghambur-hamburkan waktu.
PEMATUNG TUA
O, pasti, pasti, kekasih….
SRINTIL
Hanya pematung picisan yang suka
memurah-murahkan kata kekasih-kekasih-kekasih….
PEMATUNG TUA
Cinta kasih sangatlah luas wilayahnya,
kuharap engkau mampu melihatku tida sebagai pemuda puber yang silau matanya….(Srintil tertawa) Tapi baiklah, segera
kita mulai pekerjaan ini! (ancang-ancang
dengan mengambil jarak dari Wanita Pertiwi, manatapinya, memandanginya) Aku
rasa – ruangan ini memerlukan konsentrasi.
SRINTIL
Maksud Tuan?
PEMATUNG TUA
Ruangan ini memerlukan keutuhan Artinya, di
sini tak perlu ada hal-hal yang kurang perlu, yang bisa mengurangi keutuhannya.
SRINTIL
Tuan mengusirku?
PEMATUNG TUA
Sama sekali tidak. Tetapi syarat pertama segala kesenian dan keindahan adalah
keutuhan.
SRINTIL (sinis)
Ternyata kesenian bisa menjadi tiran.
PEMATUNG TUA
Itu tergantung cara memandangnya.
SRINTIL
Relative, begitu!
PEMATUNG TUA
Tepat.
SRINTIL
Relativ. Relatifitas. Itulah tirani nyata
atas kehidupan manusia.
WANITA PERTIWI
Engkau menjadi mulia dengan mengalah, nak.
SRINTIL
Brengsek. Dari semula aku tak sependapat
Ibu berurusan dengan pematung macam ini.
Wataknya nggegirisi. Kalau dipilih, ia segera
menjadi pemerintah yang mencelakakan kita!
(exit).
BABAK II
sesudah Srintil
berlalu, segera nada prilaku Pematung Tua bergeser lagi. Lebih menunjukan
ketegarannya, sikap berkuasa, dimana kelembutannya nampak sekedar alat belaka
dari kemaunnya.
PEMATUNG TUA
Okey --- sekarang kita akan segera mulai
pekerjaan yang luhur ini dengan efisien dan effektif. Aku tidak sekedar akan
membikin patung tetapi juga melestarikan keindahan. Menggarap suatu keindahan
anugrah alam menjadi model keindahan yang cerdas serta mencerminkan citarasa
kebudayaan tinggi. Untuk itu, tak bisa kusebut hanya aku saja, tetapi kita
semua mengerjakan keindahan itu bersama-sama engkau, aku, putraku – yakni
penerus dan pewarisku kelak, serta seorang yang amat sangat pentingnya: yakni
Pengusaha. Yang memesan semua ini berkat cinta kasihnya yang tinggi terhadap
keindahan yang kita mimpikan ini.
WANITA PERTIWI (tersenyum
secara kuat)
PEMATUNG TUA
Fantastis. Memang begitulah seharusnya!
Engkau menyongsong prospek dan kemajuan dengan seulas senyum. Pengusaha kita
nanti akan luruh hatinya oleh senyuman yang asli sorga itu, sehingga prospek
kemajuan kitapun meningkat.
Tetapi, dengarlah, aku tahu apa yang harus
kulakukan, agar senyuman itu menjadi lebih sempurna…
(mengambil
sesuatu dari suatu tempat, kembali, menghampiri Wanita Pertiwi, perlahan-lahan
mengoleskan gincu dibibirnya.bergeser
mundur, manatapi)
sekarang tanpa engkau tersenyumpun warna
bibir itu sudah merupakan senyuman!
(tetapi
kenyataan warna bibir itu, sesdudah digincu, justru menurunkan keindahannya).
Aku sedang membayangkan apa yang nanti keluar
dari mulut Pengusaha kita ketika menatapmu!
Coba – sedikit tersenyum!
(Wanita
Pertiwi tersenyum)
O, my God! Aku berani bertaruh Pengusaha kita
nanti bisa pingasn!
Tuhan sungguh-sungguh Maha Indah dan Maha
Kreatif, tetapi manusia dianugrahinya kejelian otak dan kepekaan citarasa agar
setiap keindahan yang tersembunyi bisa digali…
Okey --- sekarang --- hmm. Yak! Aku tahu:
janggut dan pipi!
Seorang pematung yang terpercaya tahu persis
bagaimana menaruhkan ornament-ornamen baru yang lebih memperindah hamparan
keindahan yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa!
(kembali
mengambil sesuatu, mengoleskan warna pada kedua pip dan janggut Wanita Pertiwi
sedemikian rupa sehingga hampir musnahlah
keindahan itu)(Pematung Tua sangat
gembira, tertawa sendiri dan bertepuk tangan sendiri)
Saudara-saudaraku semua yang ada dibulatan
bumi ini, lihatlah, lihatlah begitu banyak Malaikat berdiri tegang dan kaku
karena terserap oleh keindahan yang baru ini!
Dan barang siapa telinganya cukup terlatih
maka sekarang ini pastilah didengarnya para setan meraung-raung!
Karena memang meraka bukan mahluk yang
diizinkan Tuhan untuk mampu menikmati keindahan-keindahan spektakuler yang
lahir dari buah tangan manusia!
(tepuk tangan
kembal, terengah-engah, menghempaskan pantat dan menyandarkan tubuh karena
kepuasan dan keletihan, sambil tetap manatapi hasil karyanya)
Tetapi seniman sejati tak mengenal rasa puas!
(bangkit)
Sekarang baiklah kurenungi rambut yang
menggetarkan ini, yagn kubayangkan bagai hutan-hutan lebat, yang menghiasi
gunung-gunung.
Yang akarnya tidak berada dibawah bumi
melainkan menembus lapisan-lapisan langit dan berpangkal ditelapak tangan agung
milik Sang Maharaja Diraja Semesta!
(merenung)
Iyak! Rumus kehidupan sudah gamblang: demi
menghargai Tuhan robahlah hutan, menjadi taman!
Hmm – wahai
siapa saja yang mampu memahami makna kemajuan! Rambut ini menggetarkan, tapi
liar padahal ia bisa kita sulap menjadi daerah pariwisata yang menggiurkan! Di
zaman ini tak diperlukan tarzan-tarzan melainkan orang-orang yang mengembangkan
akal budi, menyentuh alam, menggali kekayaannya demi mencapai peradaban yang
dewasa dan bergengsi!
(mengerjakan rambut
itu sehingga kembali, menurunkan keindahannya). (sedemikian rupa sehingga
mencerminkan suatu komedi). (bergeser mengambil jarak, memandangi)
Menurut pendapat saya Karya terakhir saya ini
cukup bagus! Memang ada satu dua hal yang layak dikritik tetapi bahwa prestasi
ini harus diperhitungkan oleh para kritikus. Tentulah tak bisa dibantah!
Tapi nanti dulu! Tiba-tiba saya memperoleh
ide yang luar biasa sekali! Hmm ---
(penasaran) ini benar-benar suatu pencapaian
avant-garde yang bertaraf internasional! Rasa-rasanya aku telah berhasil
mencuri secuil dari hamparan keindahan sorga!
Coba bayangkan saudara-saudara seandainya
Wanita Pertiwi ini kusembunyikan sebagian dari keindahannya misalnya dengan
menggundul kepalanya…
O my dear lord! – tetapi ada baiknya
kurenungkan dulu dalam-dalam!
(mengambil sikap
merenung kediaman Wanita Pertiwi makin terasa misterius, tetapi dari sisa lain
kelihatan seolah-olah sedang berkembang menjadi patung).
Ditengah kesenyapan,
entrance Pematung Muda. Tetapi dengan langkah gontai, ia menggerundal, sesekali
berteriak, tetapi nadanya lebih
ditunjukan kepada dirinya sendiri. Geraknya menelusuri daerah ruang yang tak
bertentuan, bagai memantulkan wilayah dalam kejiwaannya yang berhamburan,
simpang siur dan penuh konflik.
PEMATUNG MUDA (Sementara
Pematung Tua dan Wanita Pertiwi dalam posisi entrance)
Inilah rupanya perbedaan antara mematung dan
– mematung. Tuhan terlalu demokratis!
Manusia terlalu diberi kemerdekaan untuk
menafsirkan, bicara dan melaksanakan sehingga Tuhan sendiri yang menjadi
korban, meskipun karena keperkasaannya Tuhan tak akan pernah bisa dikorbankan.
Jadi, yah, kitalah yang jadi korban Kita. Kami. Saya!
Saya yang hanya diberi hak untuk bermimpi
Saya yang sekian lama menunggu warisan itu ketika ia tak patut lagi diwariskan!
Dan inilah rupanya pelajaran dari bapakku bagaimana cara mematung yang baik:
memproses keindahan yang tiada taranya ini untuk dijadikan sebagai patung.
Memproses keindahan, menjadi kematian.
Dengar! Siapa saja dan apa saja yang ada
diruangan ini, menyaksikan sendiri bahwa bapak saya tak menghasilkan karya
apa-apa kecuali merusak keindahan ini!
Merendahkan keagungan ini! Memiskinkan
keindahan ini!
Saya berani bertaruh, bahwa dengan model ini
bisa saya ciptakan karya yang pantas yang menguntungkan kita semua bahkan
mengangkat drajat Wanita Pertiwi ini.
Tetapi – siapun mafhum, sang Pengusaha yang
memiliki semuanya dan menentukan segala sesuatunya itu tak akan mengkin memilih
saya, karena apa yang akan saya lakukan pastilah tidak sesuai dengan
kehendaknya.
Saya berterus terang saja: Pengusaha itu
menyimpan hasrat yang rendah terhadap Wanita Pertiwi ini! Tetapi yang saya
punyai hanyalah mulut untuk melontarkan teriakan-teriakan yang tak akan sampai
kemana-mana karena diredam oleh udara.
Dan semua orang sudah hafal bahwa jika bapak
saya yang bangsat itu mendengar teriakan-teriakan saya, maka mulut saya akan
segera dibungkam! Tetapi saya ingin belajar berjiwa besar, Saya tidak akan
mengeluh Saya tidak akan mengeluh! Tidak akan! Tidak akan! Tidak akan!!!...
PEMATUNG TUA (membuntuti
teriakan itu dengan teriakan yang lebih besar. Pematung Muda exit)
Siapa mengganggu stabilitas perenungan saya!
Siapa merongrong kelangsungan kerja saya! Siapa berteriak-teriak menghasut
sana-sini! Siapa berani mempertanyakan kebijaksanaan saya! Siapa coba-coba
merusak kewibawaan saya! Ko-mu-nis !!!
(kepada Wanita
Pertiwi)
Maafkan keributan tadi. Itulah memang
satu-satunya kepandaian anak-anak sekarang memekik-mekik seperti unta,
medemontrasikan suara sumbang,.Tapi – yah – itu anak saya sendiri, anak
kita-lah – katakana begitu. Susah aku mendidiknya. Tak tahu diuntung. Meraka
terlalu memanjakan mimpi. Tetapi itu wajar. Meraka tak pernah mengalami pahit
getirnya perjuangan seperti yang dulu sama-sama kita alami. Mereka tak paham
arti pengorbanan, mereka tahu enaknya saja, padahal susah payah kita
membesarkannya.
(Wanita Pertiwi
tersenyum)
Tetapi jangan sesalkan. Itu soal gampang.
Anak muda biasanya akan segera diam asal kita kasih sedikit hiburan seribu dua ribu
uang untuk jajan atau kita kurung saja dengan kesibukan-kesibukan olah raga,
baris-berbaris, belajar organisasi atau kesenian-kesenian ringan. Sekarang,
perkenankan saya mengemukakan hasil perenungan saya. Agaknya kita harus
bersikap dinamis, siap dengan perubahan-perubahan. Demi kreatifitas tinggi,
kita tidak segan melakukan perombakan demi perombakan, eksperimen-eksperimen
atau test-case berapapun mahal biayanya! Kita kan kaya raya?
Ini bukan berarti memperlakukanmu sebagai
semacam kelinci percobaan untuk kemajuan yang lebih cemerlang. Seorang seniman
atau seorang model yang baik tahu persis bahwa setiap usaha inovasi memerlukan
observasi, penelitian, uji coba, diskusi, seminar dan penataran diantara kita,
sesudah itu kita baru siap untuk take-off menuju karya seni tingkat tinggi dan sejahtera.
Karya seni yang kualitatif, mencerminkan
keadilan dan kemakmuran bangsanya
Perkara mahal biaya-biaya, itukan hanya soal
persetujuan tanda tangan antara kita.
Dan jangan lupa, kita kan punya sang
Pengusaha. Nah. Sekarang dengarkan baik-baik, aku merasa tidak puas dengan apa
yang kita capai, suatu perombakan total harus kita lakukan. Aku punya ide-ide
baru yang cemerlang tentang apa yang sebaiknya kita lakukan atas bibirmu,
pipimu, janggutmu, hidungmu, keningmu, alismu, rambutmu, telingamu serta
seluruh tubuhmu, termasuk pakaian, dan segala hiasanmu.
Namun, inilah celakanya, setiap ide bagus
memerlukan modal besar. Untuk itu tak ada jalan lain, aku harus menemui
Pengusaha kita! Nah, engkau bersabarlah sejenak di sini, setiap perjuangan
memerlukan kesabaran dan aku tahu tak ada seorang di muka bumi yang
kesasabarannya melampaui kesabaranmu. (ke
arah lain)
Kacung! Kamari!
KACUNG (menjawab kalang kabut)
Siap Tuan! Siap Tuan! Siap Tuan! Entrance.
PEMATUNG TUA (kepada salah
seorang)
Kamu! Siapkan mobil! Aku akan menemui
Pengusaha kita!
KACUNG
Siap Tuan! Siapkan mobil! Siapkan mobil!
Siapkan mobil!...
PEMATUNG TUA (kepada satunya)
Kamu! Panggil gadis itu! Untuk menemui wanita
ini disini!
KACUNG
Siap Tuan! Perawan itu! Perawan itu! Perawan
itu!...
PEMATUNG TUA (kepada lainnya)
Kamu! Awasi anakku!
KACUNG
Siap Tuan! Awas awas awas awas…
Pematung Tua
berpamit kepada Wanita Pertiwi dan exit.
Suasana lenggang dan
muram.
BABAK III
Srintil muncul,
tertegun-tegun ia menghampiri Wanita Pertiwi, perlahan cahaya benderang
kembali. Srrintil kaget dan geram melihat keadaan ini.
SRINTIL
Masyaallah – Gusti Pangeran – O, Bharata
Guru serta segala Dewa di langit –apa gerangan yang terjadi – Lelaki tua yang
berbau tengik itu telah melakukan suatu pekerjaan yang paling buruk yang pernah
ada di dunia!
WANITA PERTIWI (tersenyum dan
perlahan-lahan bangkit sambil mengurai kembali rambutnya)
SRINTIL
Tuhan Yang Maha Penyabar pun pasti
merasa terhina oleh kebodohan ini! Malaikat penjaga api neraka akan terpaksa
turun kemari untuk menempeleng Pematung Tua yang tak tahu diri itu!
WANITA PERTIWI (sambil membenahi ini itu di tubuhnya)
Srintil! Sudahlah.
SRINTIL
Sudah apa ibu? Sudah berlangsung suatu contoh
dari prilaku iblis! Ibu dan aku menjadi wiring oleh tangan kotornya!
WANITA PERTIWI
Anakku….
SRINTIL
Aku protes! A-ku pro-tes!
WANITA PERTIWI
Kepada siapa? Kepadaku?
SRINTIL
Ya!
WANITA PERTIWI
Akan kau tambahi tumpukan sedihku?
SRINTIL
Baiklah, aku protes pada Pematung Tua itu!
WANITA PERTIWI
Itu pun akan menyulitkanku.
SRINTIL
Ibu! Ibu memojokkanku!
WANITA PERTIWI
Dan engkau merepotkanku.
SRINTIL
Ibu! Aku amat mengasihimu!
WANITA PERTIWI
Besar terima kasihku untuk itu, nak. Tapi
pahamilah bahwa semua anak-anak muda hanya mampu mengerti bagian-bagian yang
semu dari cinta kasih.
SRINTIL
Tapi aku paham bagaimana harus menbela Ibu
dari keadaan yang amat memalukan ini!
WANITA PERTIWI
Cinta kasih, apabila ia telah menjadi tak
perlu dibela lagi – Ia tinggal roh, yang tak bisa diganggu gugat.
SRINTIL
Ibu meminjam kata-kata para filosof untuk
melarikan diri dari kenyataan ini!
WANITA PERTIWI
Justru engkau yang harus segera berlari ke
wilayah Ibu ini. Engkau kini berada dialam mimpi, suatu dunia lamunan yang
memabukkan yang membikinmu membenci dan menentang segal yang berlangsung di
hadapanmu.
Anakku mulailah mengihklaskan satu hal bahwa
samapai akhir hidupmu kelak takkan bisa dunia manusia yang buram ini kau seret
ke dalam cita-citamu.
SRINTIL (mondar mandir mencari sesuatu
ditempat-tempat peralatan Pematung Tua, cermin itu ditemukan)
aku tidak sedang berbicara tentang mimpi dan
aku juga tak begitu suka pada pancuran kata-kata muluk seperti para penyair
–lihatlah, ibu, lihatlah! –
(menyodorkan cermin
didepan wajah ibunya).
Lihatlah wajah ibu yang belang bontang.
Lihatlah keindahan yang terbengkalai ini. Aku protes! Kita Bisa batalkan
kontrak!
WANITA PERTIWI
Membatalkan kontrak, anakku? Apa gerangan
yang salah dengan keadaan ini?
SRINTIL
Ibu! Ibu telah direndahkan! Pematung Tua bangka
itu tak mengerjakan apa-apa kecuali mengungkapkan selera rendahnya!
WANITA PERTIWI
Ibu tidak merasa rendah. Kelak engkau akan
mengerti apa sebenarnya makna tinggi rendah.
SRINTIL
Ibu selalu berusaha menyembunyikan diri
dalalm posisi Ibu sebagai orang tua yang telah mengenyam asam kecut kehidupan
dan memojokkanku sebagai anak tadi pagi, yang belum tahu berapa millimeter
tingginya langit!
WANITA PERTIWI
Aku bukan bersembunyi, nak. Tapi kita memang
saling tersembunyi. Orang tua dan anak-anaknya, berada didalam dunianya
sendiri-sendiri yang hanya bisa disambungkan pada urat-uratnya yang kecil dan
lemah. Pertentangan-pertentangan pendapat selalu lahir dan lahir, menjadi sifat
utama sejarah. Setiap detik, hamil dan melahirkan zaman serta ilham yang berbeda-beda.
Aku membikin kontrak, engkau ingin
membatalkannya. Masing-masing berangkat dari dunianya masing-masing, kita tidak
akan pernah bisa bersatu, nak.
Kecuali dalam cinta kasih yang buta yang di
sangga oleh pengorbanan dan kerelaan-kerelaan…
SRINTIL
Itu sikap skeptis, Ibu! Dan putus asa!
WANITA PERTIWI
Kalimat itu juga yang kuucapkan kepada
orang-orang tuaku di zaman lampau, anakku.
Tetapi kehidupan yang begini sepele ini
sesungguhnya tak pernah cukup sederhana.
Dengarkan baik-baik, nak
Telah berulang kali Ibumu ini dijajah,
dinodai, di cemarkan, dan terluka…
Berulang kali terluka, bertahun-tahun bahkan
berabad-abad rasanya…
Suasana kemudian
terjebak dalam suatu melodrama, Srintil dengan sentimental merangkul Wanita
Pertiwi dalam suatu mendung duka. Wanita Pertiwi segera mengakhiri suasana itu.
WANITA PERTIWI
Sudahlah Srintil, hanya anak-anak kecil yang
cengeng, yang menyukai berlari-lari dibawah gerimis air mata.
Ibu sudah tua, dan sejarah manusia pun sudah
cukup lanjut usianya untuk tidak senantiasa meratapi nasibnya.
SRINTIL
Tetapi kenapa Ibu kini tetap menyediakan
diri untuk noda dan luka-luka yang baru?
WANITA PERTIWI
Bagi orang yang sudah memahami derita, derita
bukan lagi derita. Semua hanya permainan-permainan ringan yang dihadapi cukup
dengan senyum dan tawa.
SRINTIL
Ibu! Adakah Ibu sedang berbicara tentang arti
yang sesungguhnya dari kata pasrah?
WANITA PERTIWI
Anakku, wanita adalah hamparan tanah. Setiap
kali datang lelaki untuk mencangkulnya. Sebidang tanah yang tiga abad sudah
tidak perawan lagi, bagi setiap lelaki yang baru ia adalah tetap perawan.
Cangkul yang panjang dank eras selalu disiapkan untuk menggarapnya,
menghamilinya, menghisapnya, dan mengenyamnya dengan penuh nafsu.
Anakku, seorang wanita tak akan pernah
menjadi janda, karena para lelaki yang memimpin sejarah senantiansa melotot
matanya kepada yang baru. Dan setiap tanah yang baru selalu adalah perawan
baginya. Lelaki dan lelaki selalu tertantang untuk menjelajahi tanah ladang
baru.
Dan mereka selalu bertengkar memperebutkannya,
berperang, atau bersekutu untuk menjajah. Bahkan seorang suami, yang memiliki
istrinya dan yang istrinya menumpahkan dambaan hidup kepadanya – adalah juga
seorang pengembara Dan sang wanita hanya diam.
SRINTIL
Tidak Bu! Aku tidak diam! Tidak!
WANITA PERTIWI
Anakku, dalam peristiwa-pertistiwa
penting yang akan dialami, setiap wanita menjumpai bahwa tahu-tahu ia sudah
terjadi, tahu-tahu ia harus sudah dialami. Seorang wanita tidak bisa
merenacanakan atau merumuskan nasibnya di kemudian hari. Perubahan-perubahan
senantiasa terjadi dan karena perubahan itu datang tidak dari dirinya, maka
wanita harus senantiasa siap hanya untuk mengalami sambil berusaha untuk tahan
dan merelakan.
Bakat wanita adalah bakat untuk bertahan,
itulah sebabnya wanita menginginkan sedikit saja perubahan, jika itu memang
harus terjadi. Itulah sebabnya wanita berjalan kearah keabadian. Dan diam,
anakku, diam adalah gerak yang paling tepat menuju rumah abadi.
SRINTIL
Filsafat klassik! Ibu, aku hanya paham bahwa
setiap pukulan musti dielakkan, kemudian dicari sumbernya untuk dimusnahkan!
WANITA PERTIWI
Anakku, aku adalah tanah. Tanah yang kau
pijak ini, rasakan. Dialah aku. Dialah Ibumu.
SRINTIL (dalam suatu tanjakan emosi)
Tidak, Ibu. Ibu! Ibu! Ibu…!! (memekik dan merangkul Wanita Pertiwi).
Cahaya remang
mengunci posisi freezed meraka berdua. Dibagian lain dari ruangan, muncul
Pematung Muda, tetap dalam suasana kesendirian.
PEMATUNG MUDA
Saudara-saudara sekalian! Mendadak saya
berfikir ada baiknya untuk sementara waktu saya mengambil jarak dari situasi
lakon ini! Ini pasti ada manfaatnya, bagi saya sendiri maupun bagi
saudara-saudara semua. Sebab kita harus tahu persis posisi kita disini agar
tidak begitu saja menjadi korban dari proses penyutradaraan yang
menyeret-nyeret kita tanpa suatu konsep yang jelas.
Kepada para actor dan aktris saya
bertanya: ini sebenarnya drama macam apa!
Terus terang saya memperoleh kesan bahwa ada
sesuatu yang oleh pengarangnya tidak dimunculkan secara blak-blakan! Apakah
pengarangnya seorang pengecut?
Atau kah ia memang tidak terbiasa untuk
berbicara secara gamblang, agar nampak sebagai orang yang arif dan bijak?
Ataukah pengarangnya menuduh bahwa Negara ini
dipimpin oleh rezim penguasa yang dictator, yang tak mau dikritik, suka
memberangus, dan gemar membabati pihak-pihak yang berbeda pendapat dengannya?
Saudara-saudara, kalau yang terakhir ini yang benar, maka pengarang lakon ini
pantas dikutuk, kalau perlu diciduk, atau dibiarkan mampus oleh
pendekar-pendekar misterius! Sebab, demi segala hantu dan siluman Negeri kita
ini adalah negeri demokratis Negeri penuh kedamaian dan senyuman
Negeri yang tahu arti musyawarah, menghargai
kemerdekaan berpendapat, bahkan kini siap-siap tinggal landas menuju masyarakat
yang adil dan makmur penuh dengan kebahagiaan-kesejahteraan-kebenaran-keadilan-kemakmuran-ketenangan-kemajuan-kedamaian-tata-tentrem-kerta-raharja-gemah-ripah-loh-jinawi-baldatun-Qhoyyibatun-warobbun-ghofur-bismillahirrohmanirrohiem-oom-swastiastu-manunggaling-kawula-gusti…..
SRINTIL (tak tahan dan memekik keras)
Diaaaaaam! Diaaaaaaaaaa!! (lenggang beberapa saat)
PEMATUNG MUDA (pelan)
Diam. Diam. Untuk mencapai kediaman
teriakan keras-keras: Diaaaaaam!!! Maka jadilah diam. Teriakan bungkam
mulutnya. Keributan menggigil nyalinya.
(terdengar isak tangis
Srintil)
Sungguh saya tak bermaksud ikut menyutradarai
drama ini. Jika ada yang menangis, karena kata-kata saya, itu pasti diluar
kehendak sutradara.
Sutradara lakon ini tidak suka ada orang
nangis. Kalau saudara-saudara lapar atau sedih jangan menangis, melainkan
tertawalah, karena di negeri ini semua menggembirakan, setidak-tidaknya karena
sang sutradara punya beribu alasan dan fasilitas untuk selalu bergembira.
Tapi, tahukah kita, siapa itu sutradara?
Siapa yang menyeret kita keruangan ini, ke kehidupan yang absurd ini? Saya akan
buka rahasia penting ini, tapi saya ingin saudara-saudara berjanji untuk tidak
memberitahukan hal ini kepada siapapun saja.
Sutradara kita, saudara-saudara, tak lain
adalah Pematung Tua tadi, yakni bapak saya sendiri: lakilaki yang amat
memuakkan pantat saya itu!
Saudara-saudara pasti ingat kelakuannya, ia
pematung, tetapi tak mengerjakan patung melainkan hanya sibuk menggincu Wanita
Pertiwi yang sama-sama kita kagumi itu.
Sebenarnya kita semua berhak memilikinya
bahkan berkewajiban menghormati Ibu Pertiwi itu, saudara-saudara berhak, saya
berhak, anak gadisnya itu juga berhak, bahkan para kacung itu pun memiliki hak
yang samaatas Wanita Pertiwi, seperti Ibu Pertiwi tercinta itu pun berhak atas
kita semua.
Namun karena peran kekuatan dan kekuasaan
maka sekarang Pematung Tua itu merupakan satu-satunya pihak yang memiliki hak
penuhatas Ibu Pertiwi yang agung itu.
Nah, saudara-saudara tahu Pematung Tua itu
bukannya bekerja mengangkat drajat Ibu kita, tetapi memolesnya dengan gincu.
Untuk apa? Untuk kepentingan kongkalikong Pematung Tua itu dengan sang
Pengusaha.
Maka sesungguhnya, demi langit sap tujuh saya
tiba-tiba kurang rela menerima peranan seperti ini dalam drama brengsek ini.
Sebenarnya malu saya untuk mengatakan
tetapi bapak saya itu memang sudah terlalu lama berkuasa atas Ibu
Pertiwi, dalam prilaku yang seperti itu.
Dan sudah saatnya ia menyerahkan tongkat
estafete misalnya kepada saudara-saudara disini agar supaya ilham Ibu Periwi,
bisa di garap lebih maksimal dan mandiri. Maaf, saudara-saudara, apa yang saya
katakan ini sebenarnya tidak ada dalam naskah lakon, sebab yang tertulis disitu
hanyalah yang baik-baik atau seolah-olah baik-baik, dan lagi terlalu banyak
borok yang disembunyikan. Tetapi kan saya berhak menyutradarai diri saya
sendiri!....
KACUNG (tiba-tiba entrence
resmi.laporan/berkata tak jelas kepada siapa)
Laporan! Tuan Pematung Tua memberi perintah
dari pada saya untuk membawa Wanita Pertiwi pergi menemui daripada Tuan
Pengusaha! Sekian laoran daripada saya! Kerjakan! (seakan Pematung Tua yang ngomong) Kerjakan! (menghampiri Wanita Pertiwi dan menyeretnya)
SRINTIL
Ibu! Jangan mau Ibu! (menghalangi teriakan kacung) Jangan Ibu! Jangan!
KACUNG
Laporan! Ini perintah! Laoran selesai! (menyeret Wanita Pertiwi)
SRINTIL
Jangan semena-mena!
KACUNG
Laporan! Saya sekedar menjalankan perintah!
Laporan selesai!
SRINTIL
Kumohon Ibu, jangan mau! Ibu akan di jual
kepada Pengusaha itu!
KACUNG (menyeretnya, bersama Wanita
Pertiwi, exit)
SRINTIL (meronta, meraung)
Ibu akan dijual! Ibu digadaikan! Ibu! Ibu!
PEMATUNG MUDA (melihat
Srintil tak bisa menguasai diri, menghampirinya, menenangkannya)
SRINTIL (segala sesuatu nya tumpah di
ruang tampungan Pematung Muda. Hening beberapa saat)
PEMATUNG MUDA
Engkau telah menyebut dengan jelas keadaan
ini. Ibumu dijual, untuk kepentingan yang tidak adil. Itu amat menyakitkan, dan
bapakku menjual – itu lebih busuk lagi!
SRINTIL
Aku telah mengetahuinya sebelum terjadi.
PEMATUNG MUDA
Ia bahkan sudah terjadi. Sebelum engkau dan
aku lahir.
SRINTIL
Ibu Pertiwi dijual.
PEMATUNG MUDA
Sebagian penting untuk kepentingan yang
dijual, sebagian besar untuk dinikmati sang penjual.
SRINTIL
Dan sang pembeli (memekik, karena luapan persaan mendadak)
PEMATUNG MUDA
Tenanglah. Hampir tiap hari aku juga
meraung-raung keras-keras, dalam hati. Tetapi dihadapanmu aku hanya punya satu
hal.
SRINTIL
Satu hal –
PEMATUNG MUDA
Ya, satu hal: belajar dewasa. Dari tadi
aku mengamatimu, bahkan sejak lama aku memperhatikanmu. Saya piker ada hal
penting yang mempersatukan kita, saya telah menyaksikan sikapmu dan
mendengarkan buah-buah pikiranmu, semuanya membuat aku tertarik dan bersimpati
terhadapmu.
SRINTIL
Tolong jangan ucapkan hal-hal yang seseorang
wanita tak boleh mengucapkannya kepada lelaki.
PEMATUNG MUDA
Maafkan. Tetapi aku bukan bapakku, aku tidak
sedang memproses suatu kekuasaan yang menindasmu.
SRINTIL
Katakan saja apa yang bisa kita lakukan!
PEMATUNG MUDA
Yang bisa kita lakukan ialah bertanya apa
yang bisa kita lakukan.
SRINTIL (berusaha melepaskan kecamuk
pikirannya)
Hmm. Keadaan seperti inilah rupanya yang
melahirkan filosof, atau penyair.
PEMATUNG MUDA
Tepat. Syarat menjadi filosof atau penyair
ialah bahwa kita tak boleh berhenti bermimpi. Ia bahkan musti terus menerus
gagal bercinta luput menggenggam cita-citanya.
SRINTIL
Engkau misalnya.
PEMATUNG MUDA
Ya dan engkau. (keduanya bergeser makin ke tepian ruang)
SRINTIL
Di dunia ini lebih sedikit orang yang berhsil
menemukan cintanya disbanding mereka yang lantas menderita karenanya.
PEMATUNG MUDA
Itulah sebabnya di negeri-negeri yang kisruh
hanya terdapat tiga macam manusia:
Para penindas, beberapa orang gila, kemudian
berjuta-juta orang yang tidur sepanjang masa….
Cahaya yang makin
meremang mengiramai nada muram dialog mereka sampai akhirnya lenyap di
kegelapan. Pematung Muda dan Srintil, exit.
BABAK IV
disuatu tempat.
Pematung Tua, Wanita
Pertiwi dan Pengusaha.
PEMATUNG TUA
Jelas, Tuhan tidak mungkin tidak merestui
kerjasama kita yang harmonis ini!
(membimbing Wanita
Pertiwi ke suatu sudut, kemudian dari kejauhan mereka berdua menatapnya) Apakah didalam buku-buku ilmu
pengetahuan di negeri Tuan pernah disebutkan ada mutiara yang seperti ini? (sambil menunjuk Wanita pertiwi)
PENGUSAHA (tertawa-tawa saja)
PEMATUNG TUA
Buku catatan tentang sedikit keajaiban dunia,
luput mengetahui yang paling ajaib dari semua keajaiban itu!
PENGUSAHA
Maksudmu, keajaiban gincu bibir dan warna cat
kedua pipinya itu?
PEMATUNG TUA
Aku mencoba mengolah keindahan itu, Tuan.
PENGUSAHA
Dan kau telah sukses mengobrak-abriknya.
PEMATUNG TUA
Yah maklumlah Tuan, alat-alat yang saya pakai
semuanya produk tradisional!
PENGUSAHA
Maksudmu?
PEMATUNG TUA
Jelas Tuan, di bidang pergincuan nasional ini diperlukan
usaha-usaha modernisasi.
PENGUSAHA
Lantas?
PEMATUNG TUA
Ah, Tuan ini nglulu – anak kecilpun tahu
untuk proses modernisasi kita bisa lakukan kesepakatan dan transaksi-transaksi!
Kan gitu.
PENGUSAHA
Itu soal gampang, asal kamu tahu
syarat-syarat yang kuminta untuk itu.
PEMATUNG TUA
O, pasti Tuan, pasti! Soal prosentase, itu
hak segala bangsa. Dan lagi, transaksi kita ini bukan sekedar merupakan
kepentingan Tuan, tetapi juga kebutuhan saya, bahkan terutama kebutuhan Wanita
Pertiwi ini.
WANITA PERTIWI (tiba-tiba)
Maaf Tuan-Tuan, aku ingin mengatakan dua hal.
Perrtama, silahkan mengatakan apa saja, tapi jangan sebut-sebut tentang
kepentinganku, derita apapun bisa kusangga.
Kemudian, kedua, saya akan berdiri atau
mungkin saya akan berjalan-jalan atau mungkin sedikit merokok…(bangkit)
PEMATUNG TUA
O, silahkan, silahkan, wahai Dewi Inspirasi! (mengeluarkan sebungkus rokok,
menyodorkannya) Ini, ini, rokok luar negeri, silahkan! (Wanita Pertiwi menerima, dan Pematung Tua menyulut api). Untuk
satu batang ini boleh gratis.
WANITA PERTIWI
Akan kubayar sejak dari hisapan yang pertama!
PENGUSAHA
Tidak perlu. Saya yang akan membayarnya,
bahkan telah kusediakan rokok yang nikmat dan membikin jiwa melayang-layang
sepanjang hidupmu sebagai imbalan bagi kesediaanmu berkerja sama dengan saya.
PEMATUNG TUA
Very good! Kebahagiaan tahap pertama telah
engkau songsong, dan segera sesudah ini kebahagiaan demi kebahagiaan akan
tumpah bagai air hujan asal saja kau percaya dan loyal kepada kami.
(beralih ke
Pengusaha)
Begini, Tuan, saya punya gagasan yang yahud
untuk mempercantik dan menyempurnakan keindahan Wanita Pertiwi curahan kasih
kita ini.
Tidak hanya sola make up wajahnya tetapi juga
meyangkut keseluruhan dirinya. Umpamanya bagaimana membikin bulu matanya yang
natural ini supaya punya kesan telah di olah-oleh citarasa mutakhir seorang
seniman yang paling berbakat.
Bagaimana supaya tangan manusia yang estetis
benar-benar memancarkan keindahan baru lewat alis matanya yang bagaikan barisan
rumput sorga. Bagaimana supaya rambutnya bisa mewakili selera keagungan abad
ini. Bagaimana supaya bau ketiaknya memancarkan aroma bidadari supra modern.
Bagaimana telinganya supaya dicantoli oleh anting-anting yang sinarnya memancar
ke 24 penjuru angin. Bagaimana lehernya, lengannya, seluruh tubuhnya,
pakaiannya, bahkan semua kekayaan yang terandung di dalam rahasia tubuhnya,
bisa memenuhi dambaan para futuroloog.
Alhasil,
bagaimana caranya supaya wanita pertiwi ini tidak saja perfect keindahannya,
tapi juga hemat dan bermanfaat, atau tegasnya: Estetis, effesien, tapi effektif
dan produktif! (merasa puas tepuk tangan
sendiri) Namun, Tuan Pengusaha yang baik! Ide spektakuler saya ini tidak
bisa terlaksana karena ada banyak factor yang tak saya miliki. Misalnya
alat-alat dan keahlian untuk semua ini. Yaah -
- saya kira wajar- - bisa
dikatakan ini kan semacam usaha alih teknologi jadi harus diimport pinjaman
modal serta keahlian para engineer asing yang skilled. Mmm - - saa rasa pendapat saya ini tidaklah
terlalu berlebih-lebihan Tuan Pengusaha…..kiranya…..yah..mmmm….
PENGUSAHA
(tertawa)
Kamu tidak
perlu merasa malu mengatakan itu. Setiap kesepakatan kerjasama memamng harus
selalu rasional, dan sejak semula aku sudah memperhitungkan segalanya. Hal-hal
yang kau katakana itu bukan saja telah saya mengeti, tetapi bahkan sudah saya
siapkan pelaksanaannya.Persoalannya, tinggal…….
PEMATUNG TUA
Tinggal
Sign!….tanda tangan- -
PENGUSAHA
Kamu
sangat tanggap dan luwes.
PEMATUNG TUA
Oh Tuhan
Yang Maha Esa! Thanks very much! Engkau selalu berkata: Jangan takutkan soal
rejeki, Tuhan tidak buta dan tidak tuli sedang aya yang tak punya tangan bisa
makan Apalagi manusia, yang punya dua tangan, pasti - - bisa makan ayam! (senang dan tepuk tangan sendiri. kepada
pengusaha, sikapnya makin menunduk-runduk). Terima kasih tuan! Terima
kasih!
PENGUSAHA
Kamu tak
perlu membungkuk-bungkuk begitu…
WANITA PERTIWI
Punggung
babi memang bungkuk, Tuan!
PEMATUNG
TUA (kaget)
My God!
WANITA PERTIWI
Jika truk
sampah tiba, dan sisa-sisa makanan ditumpahkan, maka babi akan merunduk-runduk
Lupa tanah, lupa air!
PEMATUNG TUA
O, baiklah,
baiklah, saya bersabar Tetapi agaknya Tuan pertiwi khilaf bahwa saya tetap
berkuasa atas diri Tuan. Kita telah teken kontrak, berdasarkan hokum dan
pemilihan demokratis, suka sama suka
Setidaknya
untuk lima tahun ini Bahkan mungkin lima tahun berikutnya dan lima tahun
berikutnya!
PENGUSAHA
Cukuplah!cukuplah!
Pelihara ketenangan di antara kalian orng yang ingin maju takkan mau tersandung
oleh masalah-masalah sepele.
PEMATUNG TUA
Tetapi
Tuan….
PENGUSAHA
Hemat
mulutmu! Ingat, kamu amat tergantung padaku, amat tergantung, tanpa bisa kamu
elakkan. Sekarang dengar baik-baik kata-kataku: Satu, segera akan kuberikan
biaya padamu Segera laksanakan kesepakatan kita! Ini agar kamu dan Wanita
Pertiwi inii bisa hidup tidak terbelakang, maju, dan berada pada taraf yang
layak.
Dua,
sementara itu jangan hanya tidak terus seperti ular kekenyangan. Bikinlah satu
dua patung, sekedar untuk memberi kesan bahwa kamu sungguh-sungguh bekerja
untuk Wanita Pertiwi ini. Tiga, kapan
saja saya datang dan membutuhkan Kamu dan Wanita Pertiwi ini harus siap pakai.
Saya sangat memerlukannya untuk penghidupan ssaya bahkan untuk melahirkan
anak-anak saya.
PEMATUNG TUA
Maaf - -
Tuan tidak mungkin menikahinya…..
PENGUSAHA
Belum
pernah ada bayi yang menanyakan surat nikah! Dan lagi saya bukan kolonialis
imperialis yang mengumum-umumkan kekuasaannya kepada dunia tanpa orang tahu pun
transaksi kita sudah jelas! Cukup.
PEMATUNG TUA
Tapi soal
anak itu tuan … maaf….
PENGUSAHA (tertawa)
Anak
tidak harus lahir dari rahimnya bisa dari wajahnya yang menawan, tubuhnya yang
mulus, atau dari rambutnya yang terus tumbuh dari hari ke hari.
PEMATUNG
TUA(bingung)
Saya
tidak paham, tuan. Absurd. Absurd….
PENGUSAHA
Berpuluh
kali kamu memamerkan keindahan Wanita Pertiwi ini dengan cara yang primitif dan
kamu begitu tolol untuk tidak tahu bahwa saya lebih tahu keindahan-keindahan
dan kekayaan-kekayaan pa saja yang tersimpan pada dirinya.
Kelak
akan saya beritahu satu persatu. Dan saya kasih biaya lagi untuk kamu gali.
Tapi sekarang: tinggalkan kamu berdua di sini! Sekarang. Titik.
Dengan
bingung dan gagap Pematung Tua beringsut, exit. Kemudian yang terdengar menjadi
begitu lembut. Pengusaha mendekat pada Wanita Pertiwi: suatu kemesraan yang
terlalu mendadak.
PENGUSAHA
…………bahwa kesederhanaan itu agak dipaksakan.
Kesederhanaan yang memilukannya!
Oleh karena itu sesungguhnya kedatangan saya adalah
semata-mata untuk mengulurkan tangan. Menawaran kepadamu suatu taraf
kesejahteraan yang tidak dibawah standard, gaya hidup yang lebih menyesuaikan
diri dengan dunia luas, atau sekurang-kurangnya suatu sikap yang memandang jauh
kedepan….
WANITA
PERTIWI (tiba-tiba, dan dalam nada keras)
Tuan!
Semua yang tuan ungkapkan itu adalah kata-kata dari zaman purba, dimana impian
masih memperoleh tempat yang layak. Sebaiknya sekarang ini kita berterus terang
saja:
Saya
pelacur!dan tuan adalah seorang pembeli di antara sekian pembeli lainnya, yang
menghadapiku sebagai tanah-lacur diantara tanah-tanah lacurlainnya.
Dengan
ini saya tegaskan saja : pembeli adalah raja! Gundik kecil macam aku akn taampa
beban apa-apa melayani kehendak Raja, namun itu semua tak usah dilangsungkan
dangan hiasan Vas-vas bunga,dengan hamburan puisi atau rayuan-rayuan Retoris
yang hanya pantas mengisi bak-bak sampah! Sekarang ini tuan sedang jajan Tuan tak perlu berkesenian……langsung saja! (berlalu dengan langkah cepat, exit)
PENGUSAHA
Aku tak ingin terlampau merendahkan mu….! (gagap mengejarnya, exit)
BABAK V
Di studio pematung
tua. Pematung muda dan Srintil. Akhir dari sebuah perundingan,awal dari suatu
proses yang lain.Bermula ketika dua kacung belatih baris berbaris,dengan
beberapa yel dan slogan.
KACUNG
Tu,wa,ga,pat
- Tu,wa,ga,pt - Mari memasyarakatkan olahraga! Mari mengolahragakan masyarakat
! Tu,wa,ga,pat - Tu,wa,ga,pat - Mari memasyarakatkan sepak bola ! Mari menyepak
masyarakat!
Tu,w,ga,pat
- Tu,wa,ga,pat - Mari memasyarakatkan
kelinci ! Mari mengkelincikan masyarakat! Tu,w,ga,pat - Tu,wa,ga,pat -
Mari memsyarakatkan tempe! Mari mentempekan masyarakat Tu,w,ga,pat -
Tu,wa,ga,pat Stop! Waktu dari pada
latian telah habis ! Bel untuk buang ir segera saya bunyikan ! Sekian.
(menghambur lari/exit)
Pematung Muda dan Srintil,sudah beberapa lama
menyaksikan latian berbaris itu,lantas entrance.
PEMATUNG MUDA
Tak usah
gelisah Ibumu dan bapak ku pasti kembali kemari Tak perlu kita kejar,gunung tak
bias lari Maling yag terulung pun ke rumah akan kembali.
SRINTIL
Kau
benar-benar akan melaksanakan rencanamu itu?
PEMATUNG MUDA
Ya.
SRINTIL
Kau tega?
PEMATUNG MUDA
Ya.
SRINTIL
Kau
anggap itu jalan keluar yang baik?
PEMATUNG MUDA
Malapetaka
ini jauh lebih buruk .(exit,beberapa saat
kemudian entrance kembali,membawa segelas minuman mengeluarkan bungkusan kecil
dari sakunya ,membukanya dan memasuknya dalam minumannya).
SRINTIL
Sebenarnya
kau juga pematung ?
PEMATUNG MUDA
Sukar
menjawabnya.
SRINTIL
Mahasiswa
jurusan patung ?
PEMATUNG MUDA
Sejauh
ini saya sudah punya 66 biji patung tapi
semuanya hanya tersebar dirumah kawan kawan atau kenalan kenalanku.
SRINTIL
Sudah
pameran?
PEMATUNG MUDA
Hampir
SRINTIL
Pematung
besar tidak diukur dari jumlah berapa kali ia berpameran.
PEMATUNG MUDA
Aku
adalah yang terkecil dari antar pematung yang kecil-kecil.tapi kekecilan itu
cukup untuk mengetahui bahwa ibumu adalah cakrawala.
SRINTIL
Tak usah
berlebihan.tapi setidaknya ibuku adalah seseorang yang punya kodrat dan harga
PEMATUNG MUDA
Beberapa
kali aku mencuri kesempatan untuk
merumuskan ilham yang dipancarkannya tapi setiap kali mauku jadi lain.
SRINTIL
Yang
dikejar oleh seorang seniman sebenarnya adalah tuhan
PEMATUNG MUDA
Beberapa
hal didunia, muncul seakan akan merupakan bayang bayang tuhan. Misalnya, ibumu.
SRINTIL
Itu
subjektif.
PEMATUNG MUDA
Dan
objektif
SRINTIL
Dan
bapakmu menghinakan bayang bayang itu.
PEMATUNG MUDA
Itulah
sebabnya – tak ada jalan lain…..
SRINTIL
Laki
laki. Laki laki slalu menawarkan bencana
Baik ketika ia menjadi setan,maupun ketika ia adalah malaikat yang turun
membela kebenaran.
PEMATUNG MUDA
Laki laki
menegaskan bencana itu. Tapi pencetusnya adalah wanita.
SRINTIL
Mungkin
PEMATUNG MUDA
Pasti
SRINTIL
Aku kira
aku makin mengenalmu. Yang paling menarik dan membangkitkan rangsangan dari
lelaki adalah VITALITASnya,kekuatannya yang bagai ombak menggunung dipantai
Mengempur
dan menggempur tak habis habisnya ! Untuk alasn yang jernih atau buram
Tetapi ia
terus mendera,siang dan malam. Setiap perempuan akan lelap, merasa aman
jiwanya, lantas tidur, tidur---- Sedangkan sang lelaki tak kenal lelah, tak
kenal berhenti ia akan terus meloncat loncat,meninggalkan luka dan darah !
PEMATUNG MUDA
Luka dan
darah-- Hal yang diam diam dinikmati setiap perempuan , Selalu apa yang
dikhwatirkan oleh perempuan Sesunggguhnya adalah sesuatu yang diinginkannya
Itulah
sebabnya ia menjadi sumber utama dari setiap peperangan
SRINTIL
Aku tidak
suka berdebat tentang sejarah telur dan ayam.
PEMATUNG MUDA
Karena
masing masing kita adalah telur dan ayam. Tak bisa dipisah pisahkan .
Kemudian tegang.tajam sekali terasa kediaman
itu memuat suatu percintaan sunyi yang mendalam,masing masing tak saling
menghampiri,tapi itu justru menjadikan kerekatan mereka membulat.
PEMATUNG MUDA
Ibumu
adalah bentangan garis cakrawaladi mana Kaki jiwaku berpijak. Dan engkau,
kurasa adalah lengkung langit yang maha luas, maha tak terjangkau.
SRINTIL
Aku
tak ingin menjadi seorang gadis puber. Tapi aku tahu bahwa akun akan selalu berdiri
Menatapi
karya-karya patungmu yang tak akan
pernah selesai.
PEMATUNG
MUDA (sesudah lengang)
Bayangkanlah
bahwa aku sedang menghampirimu perlahan-lahan jari-jari tanganmu menyentuh
kedua lenganmu, menggengamnya sangat erat, sambil kutatap kedua pusat matamu.
Tahan napas – Aku mengecup keningmu,mengecup keningmu setetes air kegaiban,
menetes dari sukma kita
(progressi)
Kemudian tiba-tiba saja kita sudah saling berpelukan,
sangat erat,sangat erat. Sehingga tanganmu adalah tanganku. Pelukanmu adalah
pelukakanku, sampai engkau adalah aku! . . . . .
Tiba tiba
srintil menjerit secara amat memilukan dan Menggetarkan. Pematung
muda terpana dan menelungkupkan
Wajahnya.
SRINTIL
Ibu!. . .
. .Aku siap mati untukmu ibu! Aku rela mati ! Mati. . . . .
Tiba tiba juga terdengar wanita pertiwi dari
luar Ruang :
WANITA PERTIWI
Tak akan ada lagi yang mati
untukku tak ada yang mau mati untuk siapapun, bahkan
untuk dirinya sendiri tak seorangpun bersedia mati. Jaman sudah bergeser! Cita cita dan impian boleh tetap ada namun
tidak untuk diperjuangkan melainkan
untuk disaring , sampai tinggal bagian bagian yang rendah dan hina
Siapapun,
capailah kerendahan dan kehinaan itu, dengan cara apa saja! Ini adalah saat
halal bagi segala kemauan saat bebas bagi segala nafsu dan kekuasaan. Kalian
berdua , atau siapapun jangan cengeng
jangan belajar bermimpi, tetapi
berlatihlah bagaimana menjadi malang sejarah, bagaimana menyantap ruang kesempatan yang telah
terbagi menjadi secuil secuil.
Hidup
adalah arena pertandingan waktu adalah
susunan-sususnan strategi perta-
rungan –
tidak pernah tidak! Sejarah bersikap
ramah hanya kepada para pen
dekar!
Itu berlaku kapan pun dari fajar sampai fajar! Jangan percaya kepada kata-kata
manis dan mulut kalian sendiri bersihkan dari setiap kata –kata manis
Siapkan
kekuatan , kelicikan, dan rasa tega hati. Sekali-sekali jangan kalian pikirkan
aku
Karena
kalian tak akan pernah mampu membantu, hidupku. Aku adalah ibumu, kodratku
menghidupi. Bukan dihidupi . . .
Suasana senyap
menguasai ruang. Kesenyapan yang bagaiMengalunkan suatu nomer musik , dan bunyi musik itu Justru
mnegaskan kesenyapan.Entrance bersama-sama :
Pematung tua, Pengusaha dan Wanita pertiwi.Yang terakhir ini muncul
dengan wajah
Dan rambut yang
lebih asli dan bening . Pematung muda dan srintil bergeser.
PEMATUNG TUA
Saya
menyangka bahwa saya akan menjumpai kamu sedang berteriak-teriak melatih bakat
gilamu. Tapi rupanya kau sedang mengolah suatu kebahagiaan baru. Syukurlah.
PEMATUNG MUDA
Kami yang
kecil dan bodoh ini akhirnya menemukan juga jalan yang lumayan untuk hidup.
PEMATUNG TUA
bagus.
belajarlah bagaimana mencintai agar supaya
mata kalian tidak buta terhadap
kelembutan.
baiklah -- tuan pertiwi, silahkan duduk.
Saya akan memulai karya saya
dari
ide yang paling sederhana.
(membimbing wanita pertiwi untuk duduk,
kemudian menghampiri meja, meraih gelas,
minum).
oh
-- saya
terlupa menawari tuan pengusaha. Beginilah kalau ilham sedang
merasuk
hati dan
pikiran saya berputar –putar seperti baling –baling. . !
(menghadap ke arah lain)
kacuuung!
KACUNG
(suara
tiga kacung dari dalam )
Siap
tuan!
PEMATUNG TUA
Ambilkan
minuman untuk Tuan Pengusaha dan Wanita Pertiwi
kita ini.
KACUNG
Siap
Tuan! Segera. Maaf Tuan Siapa di antara
kami yang harus menyediakan minuman ?
PEMATUNG TUA
Gemblung!
Itu atur sendiri ! Apa harus kakek
kalian !
KACUNG (satu persatu)
Kakek saya transmigrasi ! Kakek saya sudah
wafat ! Kakek saya pikun !
PEMATUNG TUA
Kalian
yang pikun ! pergi !
KACUNG (menghambur
pergi, exit).
PEMATUNG
TUA (hendak mempersiapkan alat-alat pahat, tiba
tiba perutnya terasa mual , kesakitan , mengerang , memekik , lemas , mati
,roboh) .
PENGUSAHA
Tuan . .
! (menghampiri untuk menolong).
WANITA
PERTIWI (Tak bergerak , dingin).
PEMATUNG
MUDA (tanpa beranjak dari tempatnya)
Tuan
Pengusaha , ia tak usah ditolong orang
mati tinggal dikuburkan. Kacuuung !
KACUNG (suaranya)
Siap Tuan
! Masih beli gula Tuan !
PEMATUNG MUDA
Kemari
, robot-robot !
KACUNG
Siap Tuan
!
PEMATUNG MUDA
Angkat
mayat ini ke ruang sebelah !
KACUNG
Siap Tuan
! (kepada Pematung Tua) Laporan !
Kami akan mengangkat Tuan ke kamar
sebelah ! Laporan selesai ! (mengangkat
, keluar)
senyap
.
PEMATUNG TUA
Orang
ini telah menjadi masa silam dan
kita , orang –orang sehat, hanya mengurusi hari depan . (kepada Wanita Pertiwi) Sekarang Sayalah
penguasa atas ibu seperti tertera dalam kontrak , akulah penerus dan pewaris .
WANITA
PERTIWI (dingin)
aku tak
akan memperdulikan siapa penguasaku.
Penguasa adalah penguasa pergantian dari satu penguasa kepada lainnya, tak
pernah menjamin apa-apa, yang terjadi dari hari ke hari ,
sama saja .
SRINTIL
Ibu ! . .
. .
PEMATUNG
MUDA (kepada
Srintil)
Kau
percaya kepadaku ?
SRINTIL (mengganguk setengah ragu)
PEMATUNG MUDA
Kamu
mencintaiku . Itu berarti
kamu akan berusaha menjadi diriku
, Manis atau getir.
(segera beralih ke pengusaha. bersikap
amat hormat , membungkuk -- sesuatu yang
tak disangka – sangka oleh semuanya )
Tuan Pengusaha
yang baik ! Saya
akui secara blak-blakan , bahwa sebenarnya pengarang lakon ini sama sekali tak
menghendaki ada pembunuhan .
Tetapi
kebaikan hati pengarang itu saya langgar agar supaya drama
ini lebih reliastis Dan lagi orang sudah jenuh pada tokoh tua yang Sudah pikun seperti itu !
No comments:
Post a Comment
disertai nama alamat