peristiwa carbala
Semenjak peristiwa Saqifah, begitu banyak serentetan peristiwa yang
merupakan hari-hari kelam bagi Umat Islam. Termasuk peritiwa karbala,
yang sepertinya sejarah telah menguburnya. Karbala, stigma terbesar
dalam sejarah umat Islam, tidak banyak orang yang mengetahuinya.
Spekulasi bisa muncul, mengapa sejarah karbala tidak banyak disinggung
oleh sebagian besar umat Islam. Yang muncul sekali-sekali lebih
bertendensi kepada persoalan aliran dalam Islam daripada nilai
kesejarahan dan faktualitas persoalan. Pada akhirnya yang muncul
hanyalah politisasi sejarah. Untuk itu saya berusaha menghindari
pemaparan sejarah atas satu pihak saja. Apalagi peristiwa karbala sangat
sarat dengan tendensi yang mungkin akan menjebak saya pada pemahaman
yang sempit atas sejarah itu sendiri.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan peristiwa karbala ?.
Mengapa banyak kaum muslimin yang tidak mengetahuinya (apalagi
mengenangnya) ?. Apakah peristiwa karbala semata-mata
bertendensi pada Syiah, untuk itu harus dikubur dalam-dalam ?. Semuanya
pasti punya jawaban sendiri. Dan menyinggung peristiwa karbala, beberapa
ahli sejarah Islam menarik benang merah bahwa peristiwa karbala tidak
terjadi spontanitas secara diskrit waktu. Tetapi peristiwa tersebut
berkaitan erat dengan peristiwa Saqifah. Karena tidak mungkin bagi kita
untuk mendiskusikan sejarah Islam semenjak peristiwa Saqifah hingga
peritiwa karbala, maka saya hanya mengambil potongan sejarah setelah
kematian Ali bin Abi Thalib.
baca selengkapnya
Sejarah Khulafaur Rasyidin berakhir setelah meninggalnya Ali bin Abi
Thalib. Sejarah mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib meninggal setelah
dua hari dari percobaan pembunuhan yang dilakukan kepadanya, tepatnya
malam Ahad, 21 Ramadhan 40 H. Setelah kematian Ali, kepemimpinan
berganti dengan diangkatnya Al-Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib, oleh
orang-orang kuffah sebagai khalifah umat Islam pada saat itu. Tetapi di
saat yang bersamaan, Mu’awiyyah, pendiri dinasti Umayyah dan bertindak
sebagai gubernur pada saat itu, mulai menyebarkan berita dan propaganda
yang isinya memihak Mu’awiyyah untuk menjadi khalifah. Banyak janji dan
hadiah yang diberikan Mu’awiyyah bagi para pendukungnya. Tidak hanya
itu, Mu’awiyyah juga menyebarkan berita bohong dan menjelek-jelekkan Ali
beserta keluarganya dari sejak awal. Yang mungkin tidak terlupakan bagi
Syiah ‘Ali adalah perintah Muawiyyah yang memerintahkan para Khatib
pada setiap khotbah Jumat untuk mencaci-maki Ali dan bahkan harus
mengkafirkannya. Begitu gencarnya propaganda Mu’awiyyah menyebabkan
banyak sekali umat Islam yang memberikan dukungan kepadanya. Dengan
dukungan yang luas, mulailah Mu’awiyyah datang ke Kuffah untuk memerangi
Al-Hasan. Selanjutnya, terjadilah perang antara Al- Hasan dengan
pasukan Mu’awiyyah. Namun sayang, banyak dari pasukan Al- Hasan yang
berkhianat dan memihak pada Mu’awiyyah. Untuk mencegah pertumpahan darah
yang semakin besar diantara kaum muslimin, Al-Hasan terdesak untuk
menandatangani perjanjian damai dan membai’at Muawiyyah sebagai
khalifah. Di dalam perjanjian tersebut ada beberapa permintaan Al-Hasan,
seperti meminta Mu’awiyyah agar menghentikan perintah mencaci-maki
ayahanda beliau dan Mu’awiyyah menyanggupinya . Akan tetapi setelah
perjanjian itu, Mu’awiyyah justru melanggar janji dengan terus-menerus
menyebarkan fitnah dan mencaci Ali. Sementara itu Al-Hasan justru
dibunuh dengan racun yang dimasukkan ke dalam makanannya oleh Ja’dah
Binti As’ats, istrinya sendiri.
Janji Mu’awiyyah kepada Al-Hasan tidak pernah dilaksanakan. Bahkan
tidak kurang dari 70.000 mimbar di bawah kekuasaan Mu’awiyyah melakukan
perintah mencaci Ali. Ia bertindak sewenang-wenang. Barang siapa yang
mencoba untuk melakukan perlawanan, olehnya langsung dibunuh. Dan tidak
pernah ada kebebasan mimbar di masa kepemimpinannya. Salah seorang
gubernur yang ditunjuk Mu’awiyyah untuk memerintah kufah adalah Ziyad.
Ia terkenal sebagai pembunuh berdarah dingin. Suatu ketika Hujur bin
‘Ady dan sahabatnya memprotes kebiasaan mencaci Ali. Tetapi yang
terjadi, Hujur justru dijatuhi hukuman mati. Ia juga memerintahkan
memotong kepala Amr bin Hamk, dan mengarak kepala itu keliling kota,
kemudian dilemparkan kepala Amr bin Hamk itu ke pangkuan istrinya.
Kebiadaban ini disaksikan langsung oleh Al Husein. Ia merasa tidak
dapat diam begitu saja. Apalagi setelah ia dipaksa untuk membai’at
Yazid, putra mahkota Mu’awiyyah. Karena bagaimana mungkin Al-Husein
dapat membai’at seorang pemimpin bagi kaum muslimin bila ia pecinta arak
dan gila wanita. Akhirnya Al-Husein memutuskan untuk meninggalkan kota
madinah yang telah dikuasai oleh Mu’awiyyah. Dan pada tanggal 3 bulan
Sya’ban tahun 60 H, Al-Husein sampai di Makkah. Sementara itu di
Damaskus Mu’awiyyah meninggal dan secara langsung kepemimpinan
digantikan oleh Yazid.
Mendengar kematian Mu’awiyyah dan penolakan Al-Husein kepada Yazid,
orang-orang kuffah membulatkan tekad untuk melawan Yazid. Untuk itu
mereka mengirim utusan untuk membawa surat kepada Al Husein. Setelah
datangnya utusan tersebut kepada Al-Husein, Al Husein segera mengirim
utusannya ke Kufah, Muslim bin Aqil. Tetapi disaat yang bersamaan, Yazid
menggantikan gubernur kufah yang sebelumnya Nu’man menjadi Ibnu ziyad.
Setelah Muslim sampai ke Kufah, ia disambut dengan baik oleh penduduk
kufah. Inilah yang membuat yakin Muslim bahwa penduduk kufah akan
mendukung Al-Husein. Untuk itu Muslim mengirim surat kepada Al-Husein
agar datang ke Kufah. Segera setelah penggantian itu, Ibnu Ziyad datang
ke kufah. Kemudian mengumpulkan penduduk kufah untuk mengingatkan mereka
agar patuh pada penguasa tunggal Yazid bin Mu’awiyyah. Ibnu Ziyad
melakukan teror kepada penduduk kufah dan ternyata berhasil. Orang-orang
kufah pun berbalik, justru mendukung Yazid. Sementara itu Muslim yang
telah sampai di Kufah terlebih dahulu sebelum kedatangan Ibnu Ziyad
ditangkap dan dijatuhi hukuman penggal.
Surat yang disampaikan Muslim telah sampai kepada Al-Husein. Dan
berita kematian Muslim justru belum terdengar. Berangkatlah rombongan
Al-Husein menuju kufah. Ketika rombongan Al-Husein sampai di Hijaz, ia
mengutus Qays untuk memberitahu penduduk kufah bahwa kedatangannya
beberapa hari lagi. Akan tetapi Ibnu Ziyad telah mengirimkan mata-mata,
dan karenanya Qays digeledah dan dijatuhi hukuman mati. Al-Husein
melanjutkan perjalanan kembali dan ketika sampai di Tsa’labiyah barulah
Al-Husein mendengar kematian Muslim. Keadaan ini tidak membuat rombongan
Al-Husein gentar. Mereka melanjutkan perjalanan kembali dan ketika
sampai di sebuah dusun yang bernama Zabalah, Al-Husein mendengar
kematian utusannya yang kedua, Qays.
Perjalanan tetap berlanjut. Dan sampailah rombongan Al-Husein di
Zulhisam. Di Zulhisam, Al-Husein bertemu dengan utusan Ibnu Ziyad, Hurr
bin Yazid yang dikawal dengan 1000 pasukan berkuda. Al-Hurr menyampaikan
maksudnya bahwa ia diperintahkan untuk membawa Al-Husein ke kufah.
Pada tanggal 2 Muharram rombongan Al-Husein sampai di sebuah lapangan
yang bernama Karbala. Tanggal 3 Muharram Ibnu Ziyad mengirimkan 4000
tentara untuk memperkuat Al-Hurr. Dan 500 tentara berkuda diperintahkan
untuk menutup saluran air dengan maksud agar pengikut Al-Husein
kehausan. Keesokannya mulailah Al Husein mengatur pasukannya. Dengan 32
orang berkuda, 40 orang pejalan kaki, selebihnya anak-anak dan wanita,
melawan pasukan Umar bin Sa’ad yang berjumlah 5000 dengan senjata
lengkap. Berlangsunglah pertempuran itu hingga satu-persatu pasukan
Al-Husein gugur. Satu kejadian yang paling kejam adalah ketika seorang
bayi kecil yang menangis kehausan membuat iba Al-Husein dan ia
menunjukkan kepada musuh untuk memberikan air minum. Yang terjadi justru
bayi itu dipanah oleh salah seorang anggota pasukan Umar bin saad dan
tepat mengenai perut bayi itu. Pertempuran yang sangat tidak seimbang
terus berlangsung hingga Al-Husein pun gugur sebagai Syuhada pada
tanggal 10 muharram 61 H setelah kepalanya di penggal oleh Syamir Zul
Tawisyan. Berakhirlah perang tersebut dan pada tanggal 11 muharram 61 H,
sebanyak 72 kepala ditancapkan di atas tombak. Sementara dibelakangnya
diseret para wanita dan anak-anak.
Beberapa kaum muslimin sering mengenang kesyahidan Al-Husein, pada
tanggal 10 muharram, yang sering di kenal dengan hari Asyura. Mengenang
kegigihan Al-Husein bukanlah semata-mata mengagungkan perjuangan
Al-Husein beserta pengikutnya. Tetapi Asyura juga mengingatkan kita akan
ketidakberanian kaum muslimin pada saat itu untuk menentang rezim.
Sampai saat ini pun kaum muslimin belum berani mengambil barisan
terdepan melawan rezim. Wajar bila kaum muslimin saat ini belum dapat
diharapkan untuk menjadi lokomotif umat manusia. Tidak hanya itu,
Muawiyyah-Mu’awiyyah baru pun juga mulai banyak muncul. Mereka muncul
dengan propaganda, topeng, dan fitnah atas nama Allah. Atau mungkin
dengan mengubur sejarah dan identitas yang dibungkus ‘apologia sejarah’.
Akhirnya apapun yang saya tulis di sini tentunya ada yang mengalami
distorsi. Tetapi banyak analisa yang lebih mendalam mengenai Asyura.
Beberapa kajian di antaranya mencoba menghadirkan realitas
sosial-politik masyarakat Arab pada saat itu dan bukan sekedar peristiwa
karbala. Sehingga dalam hal ini sangat penting bagi saya untuk
memberitahukan beberapa literatur sejarah yang saya pakai. Beberapa
diantaranya yaitu :
1. Khilafah dan kerajaan , oleh Abul A’la Maududi
2. Kerugian dunia karena kemunduran umat Islam, oleh Abul Hasan an-Nadwi
3. Sejarah umat Islam II, oleh Prof DR. Hamka
4. Khulashah Nurul yaqin, oleh Umar bin Abdul Jabbar
5. Berbagai penyimpangan politik dalam dinasti Bani Umayyah, oleh Abu Riza
6. Tarikh al Umam wa al-Muluk, juz 6, Darul Fikr, oleh Abu Ja’far Al-Thabari
8. Hayat al-Husain, Abdul Hamid Jaudah Al-Sakhar.
9. A Probe Into History of Ashura, Dr. Ibrahim Ayati
Aku tetap akan meneruskan langkahku
Sebab bagi seorang pemuda, mati itu bukan sesuatu yang memalukan
Apabila kebenaran menjadi niatnya dan berjuang sebagai seorang muslim
Kalau aku tetap hidup, aku tak pernah menyesal
Dan kalau aku mati, aku tidak menderita
Cukuplah untuk disebut dengan kehinaan,
bila engkau tetap hidup, tapi dihinakan- Syair Al-Husein